Revisi UU TNI Disepakati, TB Hasanuddin Tegaskan Tidak Ada Celah Kembalinya Dwifungsi

Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan TB HasanuddinFoto : Istimewa--
BogorAktual.id – Komisi I DPR RI dan pemerintah telah menyepakati naskah revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) untuk dibawa ke rapat paripurna guna persetujuan tingkat II.
Sejumlah kritik dan protes terhadap revisi ini bermunculan di ruang publik, terutama terkait kekhawatiran akan kembalinya praktik dwifungsi ABRI seperti pada era Orde Baru.
Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, menegaskan bahwa kekhawatiran tersebut perlu dicermati secara lebih mendalam.
Ia memastikan bahwa revisi ini tidak membuka celah bagi TNI untuk kembali terlibat dalam politik maupun bisnis, tetapi justru memperkuat profesionalisme dan kepastian hukum bagi institusi pertahanan negara.
Salah satu aspek penting dalam revisi ini adalah tetap dipertahankannya prinsip dasar bahwa TNI adalah tentara profesional yang tidak berpolitik dan tunduk pada kebijakan politik negara.
Tidak ada perubahan dalam Pasal 2 butir d yang menegaskan netralitas TNI. Begitu pula dengan Pasal 39, yang melarang prajurit aktif menjadi anggota partai politik, berpolitik praktis, berbisnis, atau ikut serta dalam pemilu.
Selain itu, Pasal 47 ayat 1 tetap berlaku, yang mengatur bahwa prajurit aktif yang menduduki jabatan sipil harus mengundurkan diri atau pensiun.
Isu lain yang menjadi sorotan adalah penambahan lima institusi yang dapat diisi oleh prajurit aktif sebagaimana tercantum dalam Pasal 42 ayat 2.
Hasanuddin menjelaskan bahwa hal ini bukanlah bentuk ekspansi militer dalam jabatan sipil, melainkan justru sebuah pembatasan.
"Kelima institusi tambahan itu adalah pengelola perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, dan Kejaksaan Agung," terangnya.
Penambahan ini, menurutnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan lain yang memang memperbolehkan perekrutan prajurit aktif untuk posisi-posisi tertentu yang berhubungan erat dengan sektor pertahanan dan kemampuan teknis kemiliteran.
Dengan revisi ini, prajurit aktif yang menduduki jabatan di luar 15 institusi yang diperbolehkan, seperti di BUMN, Bulog, atau Kementerian Perhubungan, wajib mengundurkan diri atau pensiun jika ingin tetap menjabat.
Tidak ada penambahan jumlah kementerian atau lembaga yang bisa diisi prajurit aktif, dan pasal-pasal yang melarang praktik dwifungsi TNI tetap dipertahankan.
Revisi UU TNI ini, menurut Hasanuddin, justru memberikan kepastian hukum yang lebih kuat untuk menjaga profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara yang netral dan bebas dari politik praktis maupun kepentingan bisnis. []
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News