Teka-Teki Kemunduran Airlangga Hartarto dari Ketum Golkar

Mantan Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto.-Sketch Bogor Aktual -Istimewa
BogorAktual.id - Kemunduran Airlangga Hartarto dari pucuk pimpinan Partai Golkar yang sempat menghebohkan dunia politik Indonesia masih menjadi teka-teki.
Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, Yusfitriadi ikut menyoroti mundurnya Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
Yus, sapaanya, menuturkan bahwa penarikan diri Airlangga Hartarto yang mendadak dan mengejutkan ini, pasti memiliki alasan yang sangat kuat di baliknya.
Ia melihat bahwa isu yang sedang diidentifikasi oleh semua partai politik saat ini adalah sosok calon yang akan diusung dalam Pilkada 2024 mendatang. Dikarenakan pendaftaran pasangan calon hanya tinggal menunggu waktu.
"Oleh karena itu, penarikan diri Airlangga Hartarto secara mendadak pastinya memiliki kaitan erat dengan Pilkada. Di mana pembicaraan mengenai reflikasi Koalisi Indonesia Maju (KIM) dalam Pilkada di hampir semua provinsi dan kabupaten/kota menjadi potensi monopolisasi kekuatan politik," ujar Yus dikutip pada Selasa (13/8).
Dalam konteks Pilkada ini, menurut Yus, penarikan diri Airlangga secara tiba-tiba kemungkinannya bisa disebabkan oleh dua faktor utama.
Pertama, dipaksa mundur oleh oligarki kekuasaan. Ia menilai, terdapat indikasi bahwa partai yang memiliki presiden terpilih dengan dukungan Jokowi mendorong untuk mengusung dan memenangkan kadernya, meskipun tidak memiliki elektabilitas yang cukup.
"Namun demikian, Gerindra tentu tidak bisa melakukannya sendirian, sehingga mitra koalisi yang paling diperlukan Gerindra adalah Golkar. Dan Partai Golkar juga memiliki kader-kader yang kuat dan memiliki elektabilitas yang tinggi," papar Yus.
Dirinya menilai, sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto mungkin memilih untuk mendukung kader partainya yang sudah lama berjuang bersamanya.
Kedua, penarikan diri Airlangga juga mungkin dipengaruhi oleh dorongan dari tokoh dan elit Partai Golkar.
Bisa jadi Airlangga sangat patuh terhadap Jokowi dan Prabowo, sehingga cenderung mengikuti kehendak oligarki kekuasaan dalam memilih calon yang akan diusung dalam Pilkada di November 2024 mendatang.
Jika kemungkinan kedua yang terjadi, maka Partai Golkar dan partai lainnya kemungkinan akan berkoalisi dan melawan oligarki.
Seperti yang terjadi di Provinsi Banten, di mana para tokoh elit Partai Golkar bersikap tegas untuk tidak tunduk pada tekanan oligarki kekuasaan.
"Tentu saja, pengaruh dari penarikan diri Airlangga ini terhadap Pilkada di Kabupaten dan Kota Bogor sangat besar. Jika partai-partai termasuk Partai Golkar tertekan oleh oligarki kekuasaan untuk merapat kepada partai penguasa, maka potensi monopoli kekuatan partai dan adanya pasangan calon tunggal Rudi Susmanto pun menjadi nyata," beber Yus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News